Jumat, 23 Februari 2018

Asuhan Keperawatan pada Anak : Laporan Pendahuluan Tuberkulosis pada Anak

A.           Pengertian
 Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).

B.            Etiologi
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteriMycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).
Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak.
Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko anak terserang TBC adalah merokok pasif. Merokok pasif  bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan pembuluh darah (Reuters Health, 2007).

C.           Patofisologi
Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular. Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru (Wirjodiardjo, 2008).
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung, seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini diantaranya adalah sebagai berikut: tuberculosis paru primer dan tuberculosis post primer. Tuberculosis primer sering terjadi pada anak, proses ini dapat dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei, yaitu statu proses terinfeksinya partikel yang mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke dalam alveolar spase. Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini terjadi pada pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Hidayat, 2008).
Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi. Tuberculosisadalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh sel dengan sel elector berupa makropag dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel imuniresponsif. Tipe imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag pada bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan limfokin mereka, responya berupa reaksi hipersentifitas selular (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolar membangkitkan reaksi peradangan yaitu ketika leukosit digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi dan timbal pneumobia akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak terdapat sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam sel-sel (Price dan Wilson, 2006).
Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah bening regional dan infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel menyebabkan gambaran keju (nekrosis gaseosa), jeringan grabulasi yang disekitarnya pada sel-sel epitelloid dan fibroblas dapat lebih berserat, membentuk jatingan parut kolagenosa, menghasilkan kapsul yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer pada paru dinamakan fokus ghon, dan kombinasi antara kelenjar getah bening yang terlibat dengan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami kalsifikasi dapat terlihat dalam pemeriksaan foto thorax rutin pada seseorang yang sehat (Price dan Wilson, 2006).
Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetal. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam , anorexia dan penurunan berat badan. Basil tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman (Smeltzer dan Bare, 2002).
Menurut Admin (2007) patogenesis penyakit tuberkulosis pada anak terdiri atas :
1.            Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer predileksinya disemua lobus, 70% terletak subpelura. Fokus primer dapat mengalami penyembuhan sempurna, kalsifikasi atau penyebaran lebih lanjut. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC2. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2.             TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

D.           Manifestasi Klinik
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC adalah kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak positif TBC (Wirjodiardjo, 2008).
Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):
1.            Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.
2.            Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan setiap bulan berkurang.
3.            Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun ada, setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
4.            Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga kemungkinan anak terkena TBC.
5.            Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan sebagainya.
6.            Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang khas.
7.            Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test, MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika hasilnya lebih dari 10 mm. Tetapi, pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada TBC, hasilnya biasanya negatif, karena tidak memberikan reaksi terhadap MT.
Menurut Supriyatno (2009) skrining tuberkulosis pada anak antara lain : Sesungguhnya mendiagnosa tuberculosis pada anak, terlebih pada anak-anak yang masih sangat kecil, sangat sulit.  Diagnosa tepat TBC tak lain dan tak bukan adalah dengan menemukan adanya Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan aktif dalam tubuh suspect TB atau orang yang diduga TBC.  Caranya? Yang paling mudah adalah dengan melakukan tes dahak.  Pada orang dewasa, hal ini tak sulit dilakukan.  Tapi lain ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi yang masih usia balita, belum mampu mengeluarkan dahak.  Karenanya, diperlukan alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak.
Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak spesifik (khas).  Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB, padahal sebenarnya tidak.  Atauunderdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau malah sakit TB tetapi tidak terdeteksi sehingga tidak memperoleh penanganan yang tepat.  Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1 atau 2 tes saja, melainkan harus komprehensif.  Karena tanda-tanda dan gejala TB pada anak sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan anak terinfeksi oleh kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya menunjukkan apakah seseorang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis atau tidak, dan sama sekali bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB.  Sebab, tidak semua orang yang terinfeksi kuman TB lalu menjadi sakit TB. 
Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu setelah terinfeksi.  Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai bereaksi.  Ketika pada saat terinfeksi daya tahan tubuh orang tersebut sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi dalam tubuh.  Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif tetapi bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan gejala.  Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetap aktif dan orang tersebut menjadi sakit TB.
Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah.  Lalu, 48 sampai 72 jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur.  Yang diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna kemerahannya (erythema).  Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter.  Bahkan bila ternyata tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.
Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter indurasi berukuran sama dengan atau lebih dari 10 mm.  Namun, untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa faktor resiko TB, dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih.  Hal ini dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih kuat.  Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah dianggap positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih.
Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu (anergi), artinya hasil negatif  padahal sesungguhnya terinfeksi kuman TB.  Anergi dapat terjadi apabila anak mengalami malnutrisi berat atau gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat tertentu, baru saja divaksinasi dengan virus hidup, sedang terkena infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes Mantoux yang kurang benar.  Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus diulang.

E.            Penatalaksanaan Medis
Menurut Price dan Wilson (2006) pengobatan TBC terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis. ATS (1994) menekankan tiga prinsip dalam pengobatan tuberculosis yang berdasarkan pada:
1.            Regimen harus termasuk obat-obat multiple yang sensitif terhadap mikroorganisme.
2.            Obat-obatan harus diminum secara teratur.
3.            Terapi obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling aman pada waktu yang paling singkat.
Obat anti tuberculosis (OAT) harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga.
Tujuan dari pengobatan ini adalah (FKUI, 2001):
1.            Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui kegiatan bakterisid.
2.            Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama estela pengobatan dengan kegiatan sterilisasi.
3.            Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis.

F.            Penatalaksanaan Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan dengan melakukan :
1.            Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
2.            Pemberian oksigen yang adekuat
3.            Latihan batuk efektif
4.            Fisioterapi dada
5.            Pemberian nutrisi yang adekuat
6.            Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid, streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
7.            Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan perkembangan anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan, yaitu (Suriadi dan Yuliani, 2001) :
a.              Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan, ketrampilan tangan, vidio game, televisi)
b.              Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang bervariasi bagi anak
c.              Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas yang diinginkan
d.             Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui telepon jika memungkinkan

G.    Asuhan Keperawatan
1.             Pengkajian
Menurut Speer (2008) pengkajian fungsional pada anak dengan tuberculosis adalah sebagai berikut :
a.             Integumen: demam dan menggigil
b.             Gastrointestinal: penurunan berat badan, anoreksia
c.             Respirasi: batuk yang hilang timbul, efusi pleura, kalsifikasi yang tampak pada foto toraks, hemoptysis
d.            Neurologis: meningitis
e.             Muskuloskeletal: infeksi tulang

f.              Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) riwayat keperawatan yang perlu dikaji pada anak dengan tuberculosis adalah riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi penyakit yang pernah diderita sebelumnya.
2. Diagnosa Keperawatan

NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
(NOC)
INTERVENSI
(NIC)
1
Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif

Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.

Batasan Karakteristik :
-         Dispneu, Penurunan suara nafas
-         Orthopneu
-         Cyanosis
-         Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
-         Kesulitan berbicara
-         Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
-         Mata melebar
-         Produksi sputum
-         Gelisah
-         Perubahan frekuensi dan irama nafas

Faktor-faktor yang berhubungan:
-         Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi
-         Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma.
-         Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
NOC :
v  Respiratory status : Ventilation
v  Respiratory status : Airway patency
v  Aspiration Control

Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
v Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
NIC :
Airway suction
§  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
§   Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
§  Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
§  Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
§  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
§  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
§  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
§  Monitor status oksigen pasien
§  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
§  Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management
·         Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
·         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
·         Pasang mayo bila perlu
·         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
·         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
·         Lakukan suction pada mayo
·         Berikan bronkodilator bila perlu
·         Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
·         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·         Monitor respirasi dan status O2
2.
Gangguan Pertukaran gas

Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli

Batasan karakteristik :
è Gangguan penglihatan
è Penurunan CO2
è Takikardi
è Hiperkapnia
è Keletihan
è somnolen
è Iritabilitas
è Hypoxia
è kebingungan
è Dyspnoe
è nasal faring
è AGD Normal
è sianosis
è warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
è Hipoksemia
è hiperkarbia
è sakit kepala ketika bangun
èfrekuensi dan kedalaman nafas abnormal

Faktor faktor yang berhubungan :
è ketidakseimbangan perfusi ventilasi
è perubahan membran kapiler-alveolar
NOC :
v  Respiratory Status : Gas exchange
v  Respiratory Status : ventilation
v  Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
v  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
v  Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
v   Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v   Tanda tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Airway Management
·         Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
·         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
·         Pasang mayo bila perlu
·         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
·         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
·         Lakukan suction pada mayo
·         Berika bronkodilator bial perlu
·         Barikan pelembab udara
·         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·         Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring
·         Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
·         Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
·         Monitor suara nafas, seperti dengkur
·         Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
·         Catat lokasi trakea
·         Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
·         Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
·         Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
·         auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.

Batasan karakteristik :
-    Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
-    Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)
-    Membran mukosa dan konjungtiva pucat
-    Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
-    Luka, inflamasi pada rongga mulut
-    Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
-    Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
-    Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
-    Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
-    Miskonsepsi
-    Kehilangan BB dengan makanan cukup
-    Keengganan untuk makan
-    Kram pada abdomen
-    Tonus otot jelek
-    Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
-    Kurang berminat terhadap makanan
-    Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
-    Diare dan atau steatorrhea
-    Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
-    Suara usus hiperaktif
-    Kurangnya informasi, misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
NOC :
v  Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
v  Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
v  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
v  Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
v  Tidak ada tanda tanda malnutrisi
v  Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC :
Nutrition Management
§  Kaji adanya alergi makanan
§  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
§  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
§  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
§  Berikan substansi gula
§  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
§  Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
§  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
§  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
§  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
§  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
§  BB pasien dalam batas normal
§  Monitor adanya penurunan berat badan
§  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
§  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
§  Monitor lingkungan selama makan
§  Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam makan
§  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
§  Monitor turgor kulit
§  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
§  Monitor mual dan muntah
§  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
§  Monitor makanan kesukaan
§  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
§  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
§  Monitor kalori dan intake nuntrisi
§  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
§  Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
4.
Hipertermia

Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal

Batasan Karakteristik:
·         kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
·         serangan atau konvulsi (kejang)
·         kulit kemerahan
·         pertambahan RR
·         takikardi
·         saat disentuh tangan terasa hangat

Faktor faktor yang berhubungan :
-          penyakit/ trauma
-          peningkatan metabolisme
-          aktivitas yang berlebih
-          pengaruh medikasi/anastesi
-         ketidakmampuan/penurunan kemampuan untuk berkeringat
-          terpapar dilingkungan panas
-          dehidrasi
-          pakaian yang tidak tepat
NOC :
Thermoregulation
Kriteria Hasil :
v  Suhu tubuh dalam rentang normal
v  Nadi dan RR dalam rentang normal
v  Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :
Fever treatment
§  Monitor suhu sesering mungkin
§  Monitor IWL
§  Monitor warna dan suhu kulit
§  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
§  Monitor penurunan tingkat kesadaran
§  Monitor WBC, Hb, dan Hct
§  Monitor intake dan output
§  Berikan anti piretik
§  Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
§  Selimuti pasien
§  Lakukan tapid sponge
§  Berikan cairan intravena
§  Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
§  Tingkatkan sirkulasi udara
§  Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil


Temperature regulation
§  Monitor suhu minimal tiap 2 jam
§  Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
§  Monitor TD, nadi, dan RR
§  Monitor warna dan suhu kulit
§  Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
§  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
§  Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
§  Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
§  Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
§  Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan
§  Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
§  Berikan anti piretik jika perlu

·         Vital sign Monitoring
·         Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
·         Catat adanya fluktuasi tekanan darah
·         Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
·         Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
·         Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
·         Monitor kualitas dari nadi
·         Monitor frekuensi dan irama pernapasan
·         Monitor suara paru
·         Monitor pola pernapasan abnormal
·         Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
·         Monitor sianosis perifer
·         Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
·         Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
5.
Nyeri

Definisi :
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.

Batasan karakteristik :
-          Laporan secara verbal atau non verbal
-          Fakta dari observasi
-          Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
-          Gerakan melindungi
-          Tingkah laku berhati-hati
-          Muka topeng
-          Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
-          Terfokus pada diri sendiri
-          Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
-          Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
-          Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
-          Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
-          Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
-          Perubahan dalam nafsu makan dan minum

Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
NOC :
v  Pain Level,
v  Pain control,
v  Comfort level
Kriteria Hasil :
v  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
v  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
v  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
v  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
v  Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Pain Management
§  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
§  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
§  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
§  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
§  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
§  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
§  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
§  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
§  Kurangi faktor presipitasi nyeri
§  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
§  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
§  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
§  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
§  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
§  Tingkatkan istirahat
§  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
§  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
§  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
§  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
§  Cek riwayat alergi
§  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
§  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
§  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
§  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
§  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
§  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
§  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Depkes RI : Jakarta.
Hidayat, A.A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Cetakan I. Yakarta : Penerbit salemba Medika
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Suriadi dan Yuliani, R. (2001). Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Anak. Edisi 1. Jakarta : Penerbit CV Sagung Seto.
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Asuhan Keperawatan pada Anak : Laporan Pendahuluan Tuberkulosis pada Anak

A.            Pengertian  Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditu...