A.
Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah
penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat
juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang,
dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).
B.
Etiologi
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah
suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus
tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB
Paru (Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis biasanya menular
melalui udara yang tercemar dengan bakteriMycobacterium Tubercolosis yang
dilepaskan pada saat penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat
terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui
kotorannya (Wiwid, 2005).
Anak yang memiliki kontak dengan
orang dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena,
kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan terhadap orang dewasa
yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan
lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif,
terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak dan
encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang
sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang
menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada
anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang
ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk. Walaupun
terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun,
kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada
sektret endobrokial anak.
Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko
lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena
imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC
ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1
tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak
usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada
dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC
diseminata dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi . Konversi tes
tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes
melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah,
penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan
yang rendah.
Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko anak terserang TBC
adalah merokok pasif. Merokok pasif bisa berdampak pada sistem
kekebalan anak, sehingga meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok
mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang
dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan pembuluh darah (Reuters
Health, 2007).
C.
Patofisologi
Berbeda dengan TBC pada orang
dewasa, TBC pada anak tidak menular. Pada TBC anak, kuman berkembang biak di
kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara
pada TBC dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar
melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung kuman.
Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru
(Wirjodiardjo, 2008).
Proses penularan tuberculosis dapat
melalui proses udara atau langsung, seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok
besar penyakit ini diantaranya adalah sebagai berikut: tuberculosis
paru primer dan tuberculosis post primer. Tuberculosis primer sering terjadi
pada anak, proses ini dapat dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei,
yaitu statu proses terinfeksinya partikel yang mengandung dua atau lebih kuman
tuberculosis yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada permukaan alveoli,
yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan sel endotel
dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke dalam alveolar spase.
Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini terjadi pada pasien yang
sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Hidayat, 2008).
Sebagian besar infeksi tuberculosis
menyebar melalui udara melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan
mikroorganisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi.
Tuberculosisadalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas yang
diperantarai oleh sel dengan sel elector berupa makropag dan limfosit (biasanya
sel T) sebagai sel imuniresponsif. Tipe imunitas ini melibatkan pengaktifan
makrofag pada bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan limfokin mereka,
responya berupa reaksi hipersentifitas selular (lambat). Basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolar membangkitkan reaksi peradangan yaitu ketika
leukosit digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi
dan timbal pneumobia akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak terdapat
sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam sel-sel
(Price dan Wilson, 2006).
Drainase limfatik basil tersebut
juta masuk ke kelenjar getah bening regional dan infiltrasi makrofag membentuk
tuberkel sel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel
menyebabkan gambaran keju (nekrosis gaseosa), jeringan grabulasi yang
disekitarnya pada sel-sel epitelloid dan fibroblas dapat lebih berserat,
membentuk jatingan parut kolagenosa, menghasilkan kapsul yang mengeliligi
tuberkel. Lesi primer pada paru dinamakan fokus ghon, dan kombinasi antara
kelenjar getah bening yang terlibat dengan lesi primer disebut kompleks ghon.
Kompleks ghon yang mengalami kalsifikasi dapat terlihat dalam pemeriksaan foto
thorax rutin pada seseorang yang sehat (Price dan Wilson, 2006).
Tuberculosis paru termasuk insidias.
Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anorexia,
penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetal. Batuk
pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan
sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat mempunyai manifestasi
atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental,
demam , anorexia dan penurunan berat badan. Basil tuberkulosis dapat bertahan
lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman (Smeltzer dan Bare, 2002).
Menurut Admin (2007) patogenesis
penyakit tuberkulosis pada anak terdiri atas :
1.
Infeksi
Primer
Infeksi primer terjadi saat
seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat
kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus,
dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi
dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di
paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa
kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai
kompleks primer predileksinya disemua lobus, 70% terletak subpelura. Fokus
primer dapat mengalami penyembuhan sempurna, kalsifikasi atau penyebaran lebih
lanjut. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer
adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TBC2. Meskipun demikian, ada beberapa kuman
akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang kadang daya
tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam
beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi,
yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan
sekitar 6 bulan.
2.
TBC
Pasca Primer (Post Primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca primer
adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
D.
Manifestasi Klinik
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala
TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah
infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian, gejalanya
mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9
bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan
turun tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di
paru-paru muncul gambaran vlek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah
akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Ini
tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus),
TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa
saja muncul, bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan
sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.
Riwayat penyakit TBC anak sulit
dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC adalah kuman TBC (mycobacterium
tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu
sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung
dengan mikroskop atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat
sulit, karena tidak mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit.
Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis baku
untuk mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang harus dicermati pada saat
diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak anak
dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak positif TBC
(Wirjodiardjo, 2008).
Gejala-gejala lain untuk diagnosa
antara lain (Wirjodiardjo, 2008):
1.
Apakah
anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG sangat cepat.
Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini juga harus
dicurigai TBC, meskipun jarang.
2.
Berat
badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan setiap bulan
berkurang.
3.
Demam
lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun ada, setelah
diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
4.
Batuk
lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau tidak
ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga kemungkinan
anak terkena TBC.
5.
Pembesaran
kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai sebagai
kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya pembesaran
kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan sebagainya.
6.
Mata
merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang khas.
7.
Pemeriksaan
lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test, MT) dan
foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika hasilnya lebih dari 10 mm.
Tetapi, pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada TBC, hasilnya biasanya
negatif, karena tidak memberikan reaksi terhadap MT.
Menurut
Supriyatno (2009) skrining tuberkulosis pada anak antara lain
: Sesungguhnya mendiagnosa tuberculosis pada anak, terlebih pada anak-anak
yang masih sangat kecil, sangat sulit. Diagnosa tepat TBC tak lain dan
tak bukan adalah dengan menemukan adanya Mycobacterium
tuberculosis yang hidup dan aktif dalam tubuh suspect TB atau
orang yang diduga TBC. Caranya? Yang paling mudah adalah dengan melakukan
tes dahak. Pada orang dewasa, hal ini tak sulit dilakukan. Tapi
lain ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi yang masih usia balita,
belum mampu mengeluarkan dahak. Karenanya, diperlukan alternatif lain
untuk mendiagnosa TB pada anak.
Kesulitan
lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak spesifik
(khas). Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap
TB, padahal sebenarnya tidak. Atauunderdiagnosed, maksudnya terinfeksi
atau malah sakit TB tetapi tidak terdeteksi sehingga tidak memperoleh
penanganan yang tepat. Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan
hanya dengan 1 atau 2 tes saja, melainkan harus komprehensif. Karena
tanda-tanda dan gejala TB pada anak sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara
untuk memastikan anak terinfeksi oleh kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin
(tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya menunjukkan apakah seseorang
terinfeksi Mycobacterium tuberculosis atau tidak, dan sama sekali
bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB. Sebab, tidak semua
orang yang terinfeksi kuman TB lalu menjadi sakit TB.
Sistem
imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu setelah
terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai bereaksi.
Ketika pada saat terinfeksi daya tahan tubuh orang tersebut sangat baik,
bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi dalam tubuh. Namun pada
orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif tetapi bertahan lama di
dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan gejala. Atau pada orang
lainnya lagi, bakteri tetap aktif dan orang tersebut menjadi sakit TB.
Uji
ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang
telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit
pada lengan bawah. Lalu, 48 sampai 72 jam kemudian, tenaga medis harus
melihat hasilnya untuk diukur. Yang diukur adalah indurasi (tonjolan
keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna kemerahannya
(erythema). Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter.
Bahkan bila ternyata tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0
mm.
Secara
umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter indurasi berukuran
sama dengan atau lebih dari 10 mm. Namun, untuk bayi dan anak sampai usia
2 tahun yang tanpa faktor resiko TB, dikatakan positif bila indurasinya
berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang
diperolehnya ketika baru lahir, masih kuat. Pengecualian lainnya adalah,
untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah dianggap positif bila
diameter indurasinya 5 mm atau lebih.
Namun
tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu (anergi), artinya
hasil negatif padahal sesungguhnya terinfeksi kuman TB. Anergi
dapat terjadi apabila anak mengalami malnutrisi berat atau gizi buruk (gizi
kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun tubuhnya sedang sangat menurun
akibat mengkonsumsi obat-obat tertentu, baru saja divaksinasi dengan virus
hidup, sedang terkena infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata
laksana tes Mantoux yang kurang benar. Apabila dicurigai terjadi anergi,
maka tes harus diulang.
E.
Penatalaksanaan Medis
Menurut Price dan Wilson (2006)
pengobatan TBC terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka
waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya
penyakit klinis. ATS (1994) menekankan tiga prinsip dalam pengobatan
tuberculosis yang berdasarkan pada:
1.
Regimen
harus termasuk obat-obat multiple yang sensitif terhadap mikroorganisme.
2.
Obat-obatan
harus diminum secara teratur.
3.
Terapi
obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan
terapi yang paling efektif dan paling aman pada waktu yang paling singkat.
Obat anti
tuberculosis (OAT) harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang
bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga.
Tujuan dari
pengobatan ini adalah (FKUI, 2001):
1.
Membuat
konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui kegiatan
bakterisid.
2.
Mencegah
kekambuhan dalam tahun pertama estela pengobatan dengan kegiatan sterilisasi.
3.
Menghilangkan
atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis.
F.
Penatalaksanaan Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat
dilakukan dengan melakukan :
1.
Pemantauan
tanda-tanda infeksi sekunder
2.
Pemberian
oksigen yang adekuat
3.
Latihan
batuk efektif
4.
Fisioterapi
dada
5.
Pemberian
nutrisi yang adekuat
6.
Kolaburasi
pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid, streptomisin, etambutol,
rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
7.
Intervensi
yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan perkembangan anak yang
tenderita tuberculosis dengan membantu memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai
dengan usia dan tugas perkembangan, yaitu (Suriadi dan
Yuliani, 2001) :
a.
Memberikan
aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan, ketrampilan tangan,
vidio game, televisi)
b.
Memberikan
makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang bervariasi bagi anak
c.
Melibatkan
anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas yang diinginkan
d.
Mengijinkan
anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit, menganjurkan anak
untuk berhubungan dengan teman melalui telepon jika memungkinkan
G. Asuhan
Keperawatan
1.
Pengkajian
Menurut Speer (2008) pengkajian
fungsional pada anak dengan tuberculosis adalah sebagai berikut :
a.
Integumen:
demam dan menggigil
b.
Gastrointestinal:
penurunan berat badan, anoreksia
c.
Respirasi:
batuk yang hilang timbul, efusi pleura, kalsifikasi yang tampak pada foto
toraks, hemoptysis
d.
Neurologis:
meningitis
e.
Muskuloskeletal:
infeksi tulang
f.
Menurut
Suriadi dan Yuliani (2001) riwayat keperawatan yang perlu dikaji pada anak
dengan tuberculosis adalah riwayat kontak dengan individu yang
terinfeksi penyakit yang pernah diderita sebelumnya.
2. Diagnosa Keperawatan
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
DAN KRITERIA HASIL
(NOC)
|
INTERVENSI
(NIC)
|
1
|
Bersihan
Jalan Nafas tidak Efektif
Definisi
: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.
Batasan
Karakteristik :
- Dispneu,
Penurunan suara nafas
- Orthopneu
- Cyanosis
- Kelainan
suara nafas (rales, wheezing)
- Kesulitan
berbicara
- Batuk,
tidak efekotif atau tidak ada
- Mata
melebar
- Produksi
sputum
- Gelisah
- Perubahan
frekuensi dan irama nafas
Faktor-faktor
yang berhubungan:
- Lingkungan
: merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi
- Fisiologis
: disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas,
asma.
- Obstruksi
jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya
jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda
asing di jalan nafas.
|
NOC
:
v Respiratory
status : Ventilation
v Respiratory
status : Airway patency
v Aspiration
Control
Kriteria
Hasil :
v Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
v Menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
v Mampu
mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
|
NIC
:
Airway
suction
§ Pastikan
kebutuhan oral / tracheal suctioning
§ Auskultasi
suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
§ Informasikan
pada klien dan keluarga tentang suctioning
§ Minta
klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
§ Berikan
O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
§ Gunakan
alat yang steril sitiap melakukan tindakan
§ Anjurkan
pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari
nasotrakeal
§ Monitor
status oksigen pasien
§ Ajarkan
keluarga bagaimana cara melakukan suksion
§ Hentikan
suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Airway
Management
· Buka
jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
· Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
· Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
· Pasang
mayo bila perlu
· Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
· Keluarkan
sekret dengan batuk atau suction
· Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan
· Lakukan
suction pada mayo
· Berikan
bronkodilator bila perlu
· Berikan
pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
· Atur
intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
· Monitor
respirasi dan status O2
|
2.
|
Gangguan
Pertukaran gas
Definisi
: Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran
karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli
Batasan
karakteristik :
è Gangguan
penglihatan
è Penurunan
CO2
è Takikardi
è Hiperkapnia
è Keletihan
è somnolen
è Iritabilitas
è Hypoxia
è kebingungan
è Dyspnoe
è nasal
faring
è AGD
Normal
è sianosis
è warna
kulit abnormal (pucat, kehitaman)
è Hipoksemia
è hiperkarbia
è sakit
kepala ketika bangun
èfrekuensi
dan kedalaman nafas abnormal
Faktor
faktor yang berhubungan :
è ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
è perubahan
membran kapiler-alveolar
|
NOC
:
v Respiratory
Status : Gas exchange
v Respiratory
Status : ventilation
v Vital
Sign Status
Kriteria
Hasil :
v Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
v Memelihara
kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
v Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
v Tanda
tanda vital dalam rentang normal
|
NIC
:
Airway
Management
· Buka
jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
· Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
· Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
· Pasang
mayo bila perlu
· Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
· Keluarkan
sekret dengan batuk atau suction
· Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan
· Lakukan
suction pada mayo
· Berika
bronkodilator bial perlu
· Barikan
pelembab udara
· Atur
intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
· Monitor
respirasi dan status O2
Respiratory
Monitoring
· Monitor
rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
· Catat
pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
· Monitor
suara nafas, seperti dengkur
· Monitor
pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
· Catat
lokasi trakea
· Monitor
kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
· Auskultasi
suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
· Tentukan
kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas
utama
· auskultasi
suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
|
3.
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi
: Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.
Batasan
karakteristik :
- Berat
badan 20 % atau lebih di bawah ideal
- Dilaporkan
adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)
- Membran
mukosa dan konjungtiva pucat
- Kelemahan
otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
- Luka,
inflamasi pada rongga mulut
- Mudah
merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
- Dilaporkan
atau fakta adanya kekurangan makanan
- Dilaporkan
adanya perubahan sensasi rasa
- Perasaan
ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan
BB dengan makanan cukup
- Keengganan
untuk makan
- Kram
pada abdomen
- Tonus
otot jelek
- Nyeri
abdominal dengan atau tanpa patologi
- Kurang
berminat terhadap makanan
- Pembuluh
darah kapiler mulai rapuh
- Diare
dan atau steatorrhea
- Kehilangan
rambut yang cukup banyak (rontok)
- Suara
usus hiperaktif
- Kurangnya
informasi, misinformasi
Faktor-faktor
yang berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
|
NOC
:
v Nutritional
Status : food and Fluid Intake
Kriteria
Hasil :
v Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
v Berat
badan ideal sesuai dengan tinggi badan
v Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
v Tidak
ada tanda tanda malnutrisi
v Tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti
|
NIC
:
Nutrition
Management
§ Kaji
adanya alergi makanan
§ Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
§ Anjurkan
pasien untuk meningkatkan intake Fe
§ Anjurkan
pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
§ Berikan
substansi gula
§ Yakinkan
diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
§ Berikan
makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
§ Ajarkan
pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
§ Monitor
jumlah nutrisi dan kandungan kalori
§ Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi
§ Kaji
kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition
Monitoring
§ BB
pasien dalam batas normal
§ Monitor
adanya penurunan berat badan
§ Monitor
tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
§ Monitor
interaksi anak atau orangtua selama makan
§ Monitor
lingkungan selama makan
§ Jadwalkan
pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
§ Monitor
kulit kering dan perubahan pigmentasi
§ Monitor
turgor kulit
§ Monitor
kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
§ Monitor
mual dan muntah
§ Monitor
kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
§ Monitor
makanan kesukaan
§ Monitor
pertumbuhan dan perkembangan
§ Monitor
pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
§ Monitor
kalori dan intake nuntrisi
§ Catat
adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
§ Catat
jika lidah berwarna magenta, scarlet
|
4.
|
Hipertermia
Definisi
: suhu tubuh naik diatas rentang normal
Batasan
Karakteristik:
· kenaikan
suhu tubuh diatas rentang normal
· serangan
atau konvulsi (kejang)
· kulit
kemerahan
· pertambahan
RR
· takikardi
· saat
disentuh tangan terasa hangat
Faktor
faktor yang berhubungan :
- penyakit/
trauma
- peningkatan
metabolisme
- aktivitas
yang berlebih
- pengaruh
medikasi/anastesi
- ketidakmampuan/penurunan
kemampuan untuk berkeringat
- terpapar
dilingkungan panas
- dehidrasi
- pakaian
yang tidak tepat
|
NOC
:
Thermoregulation
Kriteria
Hasil :
v Suhu
tubuh dalam rentang normal
v Nadi
dan RR dalam rentang normal
v Tidak
ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
|
NIC
:
Fever
treatment
§ Monitor
suhu sesering mungkin
§ Monitor
IWL
§ Monitor
warna dan suhu kulit
§ Monitor
tekanan darah, nadi dan RR
§ Monitor
penurunan tingkat kesadaran
§ Monitor
WBC, Hb, dan Hct
§ Monitor
intake dan output
§ Berikan
anti piretik
§ Berikan
pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
§ Selimuti
pasien
§ Lakukan
tapid sponge
§ Berikan
cairan intravena
§ Kompres
pasien pada lipat paha dan aksila
§ Tingkatkan
sirkulasi udara
§ Berikan
pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
Temperature
regulation
§ Monitor
suhu minimal tiap 2 jam
§ Rencanakan
monitoring suhu secara kontinyu
§ Monitor
TD, nadi, dan RR
§ Monitor
warna dan suhu kulit
§ Monitor
tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
§ Tingkatkan
intake cairan dan nutrisi
§ Selimuti
pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
§ Ajarkan
pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
§ Diskusikan
tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
§ Beritahukan
tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan
§ Ajarkan
indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
§ Berikan
anti piretik jika perlu
·
Vital sign
Monitoring
·
Monitor TD,
nadi, suhu, dan RR
·
Catat adanya
fluktuasi tekanan darah
·
Monitor VS
saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
·
Auskultasi TD
pada kedua lengan dan bandingkan
·
Monitor TD,
nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
·
Monitor
kualitas dari nadi
·
Monitor
frekuensi dan irama pernapasan
·
Monitor suara
paru
·
Monitor pola
pernapasan abnormal
·
Monitor suhu,
warna, dan kelembaban kulit
·
Monitor
sianosis perifer
·
Monitor
adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
·
Identifikasi
penyebab dari perubahan vital sign
|
5.
|
Nyeri
Definisi
:
Sensori
yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual
atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan
intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir
yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Batasan
karakteristik :
- Laporan
secara verbal atau non verbal
- Fakta
dari observasi
- Posisi
antalgic untuk menghindari nyeri
- Gerakan
melindungi
- Tingkah
laku berhati-hati
- Muka
topeng
- Gangguan
tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
- Terfokus
pada diri sendiri
- Fokus
menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan)
- Tingkah
laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
- Respon
autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil)
- Perubahan
autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah
laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan
dalam nafsu makan dan minum
Faktor
yang berhubungan :
Agen
injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
|
NOC
:
v Pain
Level,
v Pain
control,
v Comfort
level
Kriteria
Hasil :
v Mampu
mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
v Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
v Mampu
mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
v Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang
v Tanda
vital dalam rentang normal
|
NIC
:
Pain
Management
§ Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
§ Observasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
§ Gunakan
teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
§ Kaji
kultur yang mempengaruhi respon nyeri
§ Evaluasi
pengalaman nyeri masa lampau
§ Evaluasi
bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
§ Bantu
pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
§ Kontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
§ Kurangi
faktor presipitasi nyeri
§ Pilih
dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
§ Kaji
tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
§ Ajarkan
tentang teknik non farmakologi
§ Berikan
analgetik untuk mengurangi nyeri
§ Evaluasi
keefektifan kontrol nyeri
§ Tingkatkan
istirahat
§ Kolaborasikan
dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
§ Monitor
penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic
Administration
§ Tentukan
lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
§ Cek
instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
§ Cek
riwayat alergi
§ Pilih
analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
§ Tentukan
pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
§ Tentukan
analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
§ Pilih
rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
§ Monitor
vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
§ Berikan
analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
§ Evaluasi
efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawtan Medikal
Bedah, Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi.
Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis.Depkes RI : Jakarta.
Hidayat, A.A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk
Pendidikan Kebidanan. Cetakan I. Yakarta : Penerbit salemba Medika
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1
edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Suriadi dan Yuliani, R. (2001). Buku Pegangan Praktik
Klinik Asuhan Keperawatan Anak. Edisi 1. Jakarta : Penerbit CV Sagung Seto.
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan.
EGC : Jakarta.